KELUARGA DAN PERSEMAIAN NILAI DEMOKRASI
Pada kenyataannya bangunan nilai, dalam hal ini nilai demokrasi, tidak bisa begitu saja ada didalam diri individu. Selalu di butuhkan proses internalisasi secara intens agar terwujud karakter individu sebagai perwujudan nilai yang berlaku. Secara konkret nilai dapat dipahami sedemkian rupa hingga melahirkan sikap dan perilaku yang sejajar dengan pemaknaan secara umum. Dalam tuntutan inilah dibutuhkan sarana yang tepat dalam upaya penyemaian konsep-konsep abstrak tersebut dan keluarga menjadi salah satunya.
Tulisan ini, lebih pada sebatas opini, mencoba untuk melihat sisi penting keluarga sebagai sarana penyemaian nilai-nilai demokrasi. Sebagai satu kesatuan dalam pelestarian budaya demokrasi. Sebagai satu pilar dalam penegakkan sistem demokrasi. Ber-DEMOKRASI Demokrasi menuntut hadirnya sikap-sikap toleransi dan egaliter di dalam perwujudannnya. Karena bukan tabiat demokrasi jika yang tumbuh dan bersemi adalah sikap-sikap kesewenag-wenangan, otoriter, memaksa dan mengekang. Namun demikian bukan kemudian ruang kebebasaan, dalam alam demokrasi, hadir tanpa adanya batasan-batasan. Bagaimanapun juga demokrasi tidak serta merta dipahami sebuah kebebasan mutlak tak berbatas. Tidak bisa individu berkehendak seenak perut tanpa berlandas pada kaidah serta norma yang berlaku dan telah membudaya. Disinilah pertemanan antara kaidah-kaidah demokrasi mesti terjalin kuat dengan aturan-aturan lain yang tak kalah penting untuk ditegakkan.
Satu kecenderungan kuat dalam alam demokrasi dewasa ini adalah hadirnya ruangberekspresi, berpendapat maupun bertindak. Terlebih pasca runtuhnya rezim Orba, ruang-ruang ini begitu mendapat apresiasi yang luar biasa. Sebagai tanda keseriusan penegakan amanat reformasi yang memang selayaknya pemberian kesempatan tersebut harus dihargai.
Pelembagaan sikap-sikap demokratis dari sifat yang sangat personal hingga menyentuh sisi keorganisasian semestinya harus terus dilakukan. Dilihat dari sisi individu setiap penduduk dinegeri ini harus belajar menghargai perbedaan tidak semata pada sesuatu yang berlatarbelakang fisik namun juga pada sisi yang bersifat abstrak, seperti : ide, pendapat, pernyataan,dll. Sedang bagi lembaga/keorganisasian lebih pada ketersediaan kesempatan atau ruang partisipasi bagi rakyat untuk turut serta menentukan arah kebijakan bagi kesejahteraan bersama. Semangat keadilan dan penghargaan harus menjadi nilai yang kokoh bagi tumbuh kembangnya iklim demokrasi. Kemajuan sebuah bangsa dan negara akan diperoleh jika tertanam kuat penegakkan kedua nilai tersebut. Dan pelaksanaannya membutuhkan keyakinan dan kepercayaan yang kuat pula. Bayangan negara demokratis tidak akan pernah bercokol didalam alam fikiran sedang kita masih terjajah oleh kerdilnya jiwa karena sulit untuk bisa saling menghargai.
Demokrasi bukankah dihadirkan untuk bisa saling memahami bukan untuk merasa benar sendiri. Bukankah demokrasi hadir untuk bisa saling menghormati bukan untuk merasa hebat sendiri. Memulai Dari Keluarga pembiasaan sikap dan perilaku demokratis harus dimulai dari lingkungan sosial yang paling kecil yakni keluarga. Harus ada perlindungan bagi hadirnya jiwa merdeka bagi setiap anggota keluarga, baik ayah,ibu maupun anak. Keluraga harus mampu menjadi lingkungan pertama yang memilki perhatian bagi penyemaian nilai-nilai demokrasi.
Hadirnya keluarga-keluarga yang berjuang membangun semangat demokratis akan bermanfaat besar bagi suburnya iklim demokrasi didalam tubuh masyarakat. Karena bagaimanapun juga pakem-pakem demokrasi membutuhkan penginternalisasian dengan waktu yang tidak pendek. Sebagaimana hal yang lain demokrasi juga membutuhkan proses untuk memahaminya. Anak yang belajar, dari proses melihat,mendengar, merasa dan melakukan, demokrasi akan menjadikannya sosok individu yang memahami posisi diri dan orang lain ketika berinteraksi. Minim ditemui kekecewaan lantaran pendapat yang berbeda atau sikap yang tak sejalan. Karena lambat laun sianak mulai belajar banyak hal tentang kehidupan politik termasuk pengetahuan praktis tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Peranan keluarga disini juga mempunyai arti penting bagi publik didalam membangun kerangka kehidupan masyarakat pada waktu mendatang.
Melihat perjalanan masa kanak-kanak dengan berbagai pengalaman yang dinilai sederajat, seperti memberikan pendapat terhadap urusan-urusan rumah tangga, menghormati perbedaan pendapat dari anggota lain dan juga memahami penggunaan hak serta kewajiban, dalam masa mendatang akan bermanfaat bagi perwujudan iklim demokrasi yang lebih baik. Pembentukan generasi yang sadar politik dan konsepsi demokrasi akan menjadi modal yang berharga. Didalam keluarga ini pulalah anak-anak belajar tentang konsistensi didalam mengembangkan opini-opini yang mungkin masih didapati hingga mereka dewasa kelak. Nampak jelas bahwa selain sebagai sarana utama didalam pendidikan, ketrampilan dan kemampuan baca-tulis keluarga sangat berperan besar didalam mewariskan budaya serta tradisi yang berkembang, tak terkecuali budaya politik bangsa ini.
Sepantasnya keluarga menjadi tulang punggung bagi hadirnya kualitas demokrasi di negeri ini. Dengan intensitas dan kepekaan antar individu yang tinggi diharapkan keluarga menjadi saran pendidikan politik yang berkualitas. Tidak berlebihan jika kualitas demokrasi ini juga bergantung dari kualitas iklim demokrasi didalam sebuah keluarga. Pertanyaan sederhana, setelah merdeka selama 63 tahun, sudahkah keluarga menjadi satu pilar penting didalam pelestarian nilai dan budaya demokrasi?


demokratis bermasyarakat


           Demokrasi pada prinsipnya merupakan suatu kategori dinamis, bukan statis. Demokrasi tampak sebagai konsep yang universal. Anders Uhlin (1997: 10) menyatakan bahwa implementasi demokrasi di suatu negara dapat berbeda dengan negara lain, karena karakteristik sosial masyarakat dapat mempengaruhi penerapan nilai-nilai demokrasi yang universal tersebut. Demokrasi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa belum tentu dengan pola yang sama dapat diimplementasikan di negara Asia dan Afrika. Bahkan, pemilu yang dilaksanakan di Jerman memiliki perbedaan dengan pola yang diterapkan di Inggeris. Oleh karena itu, demokrasi pada dasarnya culturally bounded ketika diterapkan dalam suatu masyarakat.

           Gagasan seputar demokrasi selalu ada perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, suatu negara dapat disebut demokratis, jika dalam negara tersebut sudah berkembang proses-proses menuju kondisi yang lebih baik dalam pelaksanaan supremasi hukum, penegakkan HAM dan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan prinsip kesadaran dalam kontek spluralisme.

            Bung Hatta (1902-1980), salah seorang The Founding Fathers of the Republic menyatakan bahwa negara ini hanyalah negara Indonesia apabila dalam kenyataannya merupakan milik rakyat. Implementasi nilai-nilai kerakyatan mesti mengejawantah melalui suatu sistem institusional kekuasaan politik yang dikenal dengan demokrasi. Hatta menegaskan bahwa perjuangan kemerdekaan kita pada saat yang sama merupakan perjuangan bagi demokrasi dan bagi kemanusiaan. Penegakkan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, versi Hatta, merupakan tujuan yang signifikan dalam pergerakan dan perjuangan bagi perwujudan Indonesia adil dan makmur.

            Inilah corak manusia Indonesia, yang dengan semangat kebangsaan yang tinggi, waktu menciptakan suatu sistem demokrasi yang tepat bagi Indonesia merdeka di masa datang. Betapapun juga, cita-cita demokrasi yang banyak sedikitnya bersendi kepada organisasi sosial di dalam masyarakat asli sendiri. Dalam segi politik dilaksanakan sistem perwakilan rakyat dengan musyawarah, berdasarkan kepentingan umum. Dalam segi ekonomi dilaksanakan koperasi sebagai dasar perekonomian rakyat, ditambah dengan kewajiban pemerintah untuk menguasai atau mengawasi cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam segi sosial adanya jaminan untuk perkembangan kepribadian manusia Indonesia yang bahagia, sejahtera, dan susila menjadi tujuan negara. Cita-cita luhur ini, menurut Hatta, tumbuh dengan semangat kebangsaan yang tinggi meretas perjuangan kemerdekaan dan menjadi dasar bagi pembentukan negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

            Dengan semangat kebangsaan seperti itu, pemerintahan rakyat dijalankan menurut peraturan yang telah dimufakati dengan bermusyawarah. Keputusan dicapai secara mufakat, bulat dan tidak lonjong. Hatta menyatakan, “Sebagai tanda Republik Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan kedaulatan rakyat, segala beban yang ditimpakan kepada rakyat, maupun beban harta dan keuangan atau beban darah, harus berdasarkan undang-undang, persetujuan Presiden dan DPR” (Mohammad Hatta, Menuju Negara Hukum, h. 12).

            Mengacu kepada pemikiran tentang karakteristik dan parameter demokrasi dalam kajian ini, Robert A. Dahl dalam karyanya Dilemma of Pluralist Democracy mengemukakan beberapa kriteria yang mesti terwujud dalam suatu sistem demokratis. Pertama, pengontrolan terhadap keputusan pemerintah mengenai kebijakan secara konstitusional diberikan kepada para pejabat yang terpilih. Kedua, melalui pemilihan yang teliti dan jujur para pejabat dipilih tanpa paksaan. Ketiga, semua orang dewasa secara praktis mempunyai hak untuk memilih dalam pemilihan pejabat pemerintahan. Keempat, semua orang dewasa secara praktis juga mempunyai hak untuk mencalonkan diri pada jabatan-jabatan dalam pemerintahan, meskipun pembatasan usia untuk menduduki suatu jabatan politik mungkin lebih ketat ketimbang hak pilihnya. Kelima, rakyat mempunyai hak untuk menyuarakan pendapat tanpa ancaman hukum yang berat mengenai berbagai persoalan politik pada tataran yang lebih luas, termasuk mengkritisi para pejabat, sistem pemerintahan, ideologi yang berlaku dan tatanan sosio-ekonomi. Keenam, rakyat mempunyai hak untuk mendapatkan sumber-sumber informasi alternatif yang ada dan dilindungi oleh hukum. Ketujuh, dalam meningkatkan hak-hak rakyat, warga negara mempunyai hak dan kebebasan untuk membentuk suatu lembaga atau organisasi-organisasi yang relatif independen, termasuk membentuk berbagai partai politik dan perkumpulan yang independen. Pemikiran Robert A. Dahl ini menunjukkan tentang indikator sebuah democratic political order sebagai kerangka acuan ada tidaknya perwujudan demokrasi dalam suatu pemerintahan negara.

           Selaras dengan wacana di atas, ada juga beberapa hal yang dapat menjadi tolok ukur bagi perkembangan demokrasi dalam suatu negara, meskipun implementasi demokrasi tersebut sangat dinamis dan berlaku universal. Pertama, adanya prinsip musyawarah dalam proses kehidupan politik. Prinsip ini menerima kebebasan berekspresi dan kemungkinan adanya perbedaan pendapat. Dalam musyawarah, tegas Hatta, ada ketulusan dalam sikap kompromistik untuk mencari opini terbaik. Semangat untuk berkompromi dan adanya rekonsiliasi (ishlah) dijunjung tinggi dalam suatu masyarakat yang sedang berproses menuju demokrasi.

           Kedua, prinsip kesadaran terhadap adanya pluralisme dalam masyarakat. Dewasa ini masyarakat tengah mengalami perubahan sosial yang sangat cepat, masyarakat yang dinamis, tentu masyarakat berkembang sangat majemuk dan heterogen. Dalam masyarakat yang demokratis, pluralisme selalu dipelihara dan ditumbuhkembangkan, karena merupakan bagian dari khazanah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam semangat kebersamaan dan solidaritas yang tinggi. Prinsip ini sangat urgen untuk mengayomi kepentingan bersama dalam semangat kemajemukan untuk merealisasikan pencapaian tujuan dan cita-cita bersama (Nurcholish Madjid, 1999).

           Ketiga, prinsip adanya kebebasan menyatakan pendapat dan penegakan HAM. Prinsip ini adalah prinsip dasar dalam kehidupan politik bagi penerapan nilai-nilai demokrasi. Ada aspek egalitarianisme dan i’tikad baik dari setiap orang dan kelompok dalam sikap saling menghargai dan menghormati. Sikap dari prinsip ini menunjang penerapan efisiensi demokratis, karena akan mendorong lahirnya kerjasama yang erat antar warga masyarakat dan mempunyai i’tikad baik secara fungsional dan profesional. Adanya perlindungan terhadap HAM dengan supremasi hukum yang direalisasikan dalam kehidupan politik. Dalam negara Republik Indonesia, tegas Hatta, hak-hak warga negara telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

           Keempat, prinsip kesesuaian antara cara dengan pencapaian tujuan. Dalam prinsip ini, tujuan yang baik tentu ditempuh dengan cara-cara yang baik dan rasional. Implementasi prinsip ini memang dibarengi oleh suatu standar moral politik yang tinggi, karena dalam demokratisasi politik, dibutuhkan suatu tingkat kepercayaan yang tinggi dari rakyat.

           Kelima, prinsip pemufakatan yang jujur dan transparan. Refleksi dari prinsip ini menghasilkan penerapan sistem yang jujur, terbuka, dan transparan. Prinsip ini menolak cara-cara pemufakatan yang ditempuh dengan cara merekayasa, manipulasi, atau teknik-teknik yang curang serta memasung nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam prinsip ini kepentingan bersama mengatasi kepentingan individu dan golongan.

           Keenam, prinsip pemenuhan kebutuhan ekonomi dan perencanaan sosial-budaya. Dalam implementasi demokrasi dalam suatu negara, bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu warga negara. Prinsip ini sangat menentukan bagi penerapan kehidupan demokrasi, karena pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat dan pengembangan sosial budaya adalah nilai-nilai asasi dalam demokratisasi politik. Demokrasi ekonomi berimplikasi terhadap perwujudan keadilan sosial, keadilan sosial menuntut kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat, yang menghendaki perwujudan cita-citanya, freedom from want, yakni bebas dari kesengsaraan hidup.

           Ketujuh, prinsip penerapan keadilan dalam dinamika kehidupan politik. Keadilan merupakan nilai-nilai substansial dalam nyali kehidupan politik, sedangkan demokrasi merupakan suatu sistem yang representatif untuk merealisasikan keadilan itu. Kesempatan yang sama diberikan kepada setiap warga negara dalam berbagai bidang tanpa diskriminasi apa pun. Partisipasi rakyat sangat luas dalam sistem ini dan kontrol rakyat akan melahirkan pemerintahan dengan akuntabilitas politik yang tinggi.

           Karakteristik suatu negara disebut demokratis, selain mengacu kepada prinsip-prinsip di atas, dapat diformulasikan berikut ini.

           Pertama, adanya rotasi kekuasaan yang teratur dan damai. Pergantian pemerintahan berlangsung sesuai dengan sistem dan mekanisme yang terbuka dan transparan, teratur dan damai, (Charles Kurzman (ed.), 2003: 127).


           Kedua, terlaksananya pemilihan umum berkala yang jujur, adil, terbuka, dan bebas (free and fair elections). Pemilu dilaksanakan secara periodik. Setiap warga negara mempunyai hak dan kebebasan memilih dan dipilih, tanpa ada paksaan, teror dan intimidasi.

           Ketiga, adanya kebebasan berbicara (freedom of speech) dan jaminan terhadap hak-hak dasar sebagai warga negara dan penegakan supremasi hukum. Di Indonesia kebebasan dan hak-hak warga negara secara konstitusional, antara lain tertera dalam Pasal 26, 27, 28, 33, 34 Undang-Undang Dasar 1945, yang secara serius diperjuangkan Hatta. Adanya kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat, serta kebebasan politik dalam day to day politics (kehidupan politik sehari-hari). Hak-hak ini sangat urgen dalam menyatakan preferensi politik dalam kehidupan bernegara serta sangat signifikan dalam mengontrol perilaku para pemegang jabatan publik agar sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

           Keempat, rekrutmen politik berlangsung secara terbuka. Adanya rotasi kekuasaan politik berkaitan erat dengan suatu sistem rekrutmen yang terbuka. Kesempatan dan peluang untuk menduduki suatu jabatan bagi setiap warga negara berlaku sama tergantung pada kapasitas dan kapabilitas yang bersangkutan dalam jabatan publik. Pengisian jabatan berlangsung terbuka dan transparan serta tidak tertutup atau ditentukan oleh sekelompok elite saja.

           Kelima, adanya akuntabilitas politik. Setiap pemegang jabatan dalam sistem demokrasi, dipilih oleh rakyat dan mesti mempertanggungjawabkannya sesuai dengan kepentingan rakyat yang memilihnya. Hatta menyatakan bahwa pemerintahan tersebut didasarkan pada pertanggungjawaban yang signifikan dan luas kepada rakyat.

           Dengan demikian, sistem politik yang demokratis, secara substansial dapat ditegakkan di dalam masyarakat yang memiliki norma-norma politik yang demokratis pula. Oleh karena itu, menuju sistem demokratis tersebut, transisi dan perubahan ke arah itu amat diperlukan dalam suatu masyarakat. Ada beberapa aspek yang sangat mendasar dalam proses demokratisasi politik sebagai standar bagi adanya “a workable democracy” (demokrasi yang dapat berfungsi), yakni adanya kepatuhan kepada formalisme aturan, prosedur dan mekanisme politik; konflik dipahami sebagai sesuatu yang wajar saja dan diselesaikan secara kelembagaan dan damai; serta adanya impersonalisasi kekuasaan. Atas dasar ini, informalisme prosedur politik, sakralisasi kekuasaan dan otoriterisme, serta nilai-nilai feodalistik berimplikasi besar bagi penghambatan penciptaan sistem politik yang demokratis.

           Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari

Di Lingkungan Keluarga

Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

- Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;

- Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;

- Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja;

- Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.

Di Lingkungan Masyarakat

Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

- Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;

- Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;

- Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;

- Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;

- Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.

Di Lingkungan Sekolah

Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

- Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;

- Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;

- Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;

- Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;

- Sikap anti kekerasan.

Di Lingkungan Kehidupan Bernegara

Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:

- Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;

- Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya;

- Memiliki kejujuran dan integritas;

- Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik;

- Menghargai hak-hak kaum minoritas;

- Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat;

- Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.
Seandainya setiap pemimpin dalam kehidupan bangsa dan Negara Indonesia masih percaya bahwa Demokrasi sebagai pandangan hidup untuk menyatukan bangsa Indonesia masa depan, mampukah mereka meluangkan waktu berpikir secara intuitif untuk membangun jiwa tanpa topeng kepalsuan.
Betapa anehnya semua lapisan masyarakat Indonsia menonton pemimpin dalam eksekutif, legislatif, yudikatif, pelaku ekonomi bahkan tidak heran saat ini para ulama terlibat didalamnya, yang memperlihatkan tidak satu keteladananpun dari kepribadian mereka dapat dijadikan manusia yang dapat diteladani, seperti halnya Soekarno dan Hatta, walaupun mereka berpisah kritik terbuka dan surat menyurat diantara mereka tetap terjalin sebagai muslim menjalin silahturami yang tidak terputus sampai hajat mereka, mungkin kedua tokoh tersebut telah menemukan tentang dirinya.

            Betapa pedihnya masyarakat ini ada pemimpin memahami arti manajemen konflik tapi sayang keterampilan diarahkan hanya untuk membangun image Pribadi bukan menghindari konflik tapi membuat konflik baru, maka disitulah mereka diuji apa arti kebebasan berkerkehendak menuntun sikap dan perilaku dalam kerangka membangun demokrasi sbagai alat perjuangan bukan tujuan merebut kekuasaan.
Diantara pemimpin saat ini mengetahui benar diperlukan suatu satu pemahaman yang mendasar bagi pemimpin perubahan tapi saat ini kita dihadapkan pada satu kenyataan bahwa mereka memasuki hutan perubahan tapi mereka tidak menemukan kayu sebagai bahan bakar untuk melaksanakan perubahan. Mengapa karena mereka menguasai arti informasi sebagai content bukan dari sisi prosesnya, sehingga mereka terjebak bahwa mereka terjerumus dalam pandangan dimana perubahan dianggap krisis sehingga perlu status quo.
Tapi bagi mereka yang mengetahui perubahan menjadi kesempatan, inilah yang dinamakan paham akan keterampilan abad baru dalam proses berpikir radikal, meraka memberikan arah lebih baik menghindari masalah dari pada memecahkan masalah. Kekuatan pikiran tersebut hanya tumbuh dalam bentuk kepribadian yang efektif karena hal tersebut menjadi daya dorong membangun jiwa yang proaktif bukan reaktif.
Yang menjadi pertanyaan besar kita saat ini adalah bagaimana manusia Indonesia seutuhnya menemukan kepribadian bangsa sendiri yang tidak mudah dipecah belah oleh pihak ketiga yang tidak bangsa ini bersatu sehingga cermatilah isu status quo dengan reformis, oleh karena itu perlu dibangun kesamaan dalam persipsi kita memahami demokrasi sebagai alat penyatu dan tujuan merebut kekuasaan.
Dengan memahami pola pikir tersebut kita dapat memandang seorang pemimpin, apakah ia masuk kelompok status quo atau reformis dimanapun ia berada. Hal tersebut akan terlihat sikap dan perilaku yang bersangkutan dalam mengaktualisasikan pola pikir yang bersifat radikal atau evolusi. Berpikir secara radikal dalam arti menyatukan pola pikir yang kita sebutkan secara terintergrasi, ia dapat dikatakan reformis dalam mengikuti tuntutan perubahan yang mendesak, sedangkan status quo tidak berpikir secara radikal melainkan evolusi karena ia tidak ingin perubahan yang mendesak sehingga sikap dan perilakunya mencari dalih untuk membenarkan pola pikir yang tidak terintergrasi.
Sejalan dengan pemikiran yang telah kita utarakan diatas, maka bila kita menyadari ada peluang dihadapan untuk melaksanakan perubahan yang berencana, perlu kita gerakkan isu demokrasi untuk menjawab keputusan strategis menjelang pemilu 2009, sebagai satu langkah untuk menyamakan persepsi kedalam pola pikir secara radikal “Bagaimana wujud kerjasama membuat impian menjadi suatu kenyataan sebagai upaya untuk mencari demokrasi sebagai sistem dalam bentuk kenegaraan yang lebih pasti akan memberikan tempat kepada agama tetapi tidak mematikan yang lain”
Jawaban inilah yang salah dalam mengakualisasikan sikap dan perilaku oleh pemimpin yang mengaku ummat islam bahkan tidak jarang pula ulama terlibat, sehingga tidak heran ummat islam diadu domba oleh pihak ketiga dengan mudahnya.
Kita harapkan menjelang pemilu 2009 terjadi perubahan yang sangat mendasar dari pemimpin semua lapisan termasuk ulama yang mampu memberikan keteladan dalam menjalankan peran menyatukan persepsi kebersamaan dalam sikap dan perilaku, apakah ia partai politik, lembaga pendidikan, komunitas islam dari NU, Muhammadiah, pelaku ekonomi lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dsb., kecuali mereka mengingkan status quo.
Jadi peluang ini terbuka untuk menyatukan suara ummat untuk mendorong pemanfaatan perubahan menjadi kesempatan dalam mewujudkan wajah baru bangsa Indonesia yang membutuhkan kepemimpinan yang dapat menyatukan sikap dan perilaku dalam keteladanan melalui pemberdayaan demokrasi kedalam sistem yang dimotivasi dengan pemahaman unsur kata kedalam untaian kalimat yang bermakna demokrasi sbb. :
Bila unsur kata tersebut disusun menjadi untaian kalimat yang bermakna akan menjadikan satu sarana dalam menggugah pola pikir bahwa DEMOKRASI adalah suatu paham yang dapat menggugah jiwa menjadi manusia (D)ewasa dalam berpikir agar dapat menuntun kecerdasan (E)mosional untuk mendorong potensi (M)emahami suatu komunitas (O)rang dalam organisasi yang membutuhkan (K)erjasama membuat impian menjadi kenyataan berdasarkan analisa fakta secara (R)asional dan diputuskan dengan (A)kal yang sehat kedalam suatu (S)istem yang mendukung komitmen kedalam (I)ntergritas.
Dengan pemahaman model tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong dalam mencari titik temu untuk membangun jiwa tanpa topeng kepalsuan. Pemikiran tersebut merupakan jalan yang dapat menjadi pedoman dalam melaksanakan sumbang saran untuk menerapkan kekuatan “otak” dalam arti rohaniah menjadi (O)rang ; (T)awakal ; (A)manah ; (K)erja untuk dapat membuka jalan menemukan diri, sebagai suatu kekuatan pikiran dengan memanfaatkan kesadaran, kecerdasan dan akal yang dimiliki manusia sebagai potensi yang positip.
MERETAS JALAN MANUSIA DALAM DEMOKRASI
Manusia tumbuh dari bayi menjadi dewasa dan tua kedalam sikap dan perilaku yang dibawa dan terbina dari kebiasaan hidup yang sangat membentuk pola kepribadian manusia.
Jadi bila manusia memiliki kepribadian efektif berarti mampu dalam sepanjang hidupnya membangun kebiasaan produktif dalam bersikap dan berperilaku yang ditopang oleh kedewasaan rohaniah yang menggerakkan semua energi menjadi positip, oleh karena itu dalam menjalankan kebebasan berkehendak ia selalu memiliki komitmen dalam bertanggung jawab.
Bertolak dari pikiran diatas, kitapun menyadari pula bahwa manusia dalam hidupnya akan dipengaruhi oleh dua macam kehidupan jiwanya yang disebut dengan jiwa subjektif dan jiwa objektif, maka usaha meretas jalan manusia dalam demokrasi artinya ada 1000 cara manusia dapat mengikuti perubahan tapi juga ada 1001 cara manusia tidak ingin menerima perubahan.
Usaha meretas jalan manusia dalam demokrasi, harus kita akui bukanlah sesuatu yang mudah dijalankan, tapi bila kesempatan ini tidak kita manfaat menjelang pemilu 2009 berarti bangsa dan Negara ini dalam daur hidup menunggu kematian demokrasi. Jadi reformasi yang diperjuangkan hanya satu impian yang tidak pernah terwujud.
Satu-satunya jalan marilah kesempatan ini dibangun oleh sikap dan perilaku yang memiliki intergritas kedalam kebersamaan dalam membangun persepsi untuk merubah pola pikir secara radikal agar dapat menuntun sikap dan perilaku kearah masa depan dengan merumuskan persfektif manusia kedalam sub-sistem yang disebut dengan :
• Sub-sistem manusia dalam agama demokrasi
• Sub-sistem manusia dalam hukum demokrasi
• Sub-sistem manusia dalam politik demokrasi
• Sub-sistem manusia dalam ekonomi demokrasi
• Sub-sistem manusia dalam pendidikan demokrasi

• Sub-sistem manusia dalam sosial budaya demokrasi
• Sub-sistem manusia dalam hankam demokrasi
• Sub-sistem manusia dalam SDA & LH demokrasi
• Sub-sistem manusia dalam pemda demokrasi

Sub-sistem manusia tersebut harus dituangkan dalam pemikiran intuitif yang mampu memebrikan arah persfektif untuk jangka waktu sepuluh tahun yang dituangkan dalam GBHN 2025.
Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) haruslah di pandang sebagai suatu konsep Manajemen Persfektif artinya ada sesuatu yang ingin kita ungkapkan mengenai “apa yang harus dilakukan dan mengapa, bagaimana melaksanakan, dan keinginan mau melakukan.
Rangkaian konsep tersebut merupakan kebutuhan bagi setiap pemimpin masa depan untuk menggerakkan kemampuan berpikir dalam kerangka persfektif dari hasil analisis strategis yang yang dituangkan dalam apa yang kita sebut GBHN.
Jadi GBHN dalam pandangan manajemen persfektif adalah haluan negara sebagai pedoman untuk menyusun rencana pembangunan lima tahunan berdasarkan persfektif 25 tahun kedepan dengan mendapatkan persetujuan setiap lima tahun dari MPRRI melalui DPRRI.
Dengan merumuskan GBHN dalam persfektif 25 tahun akan terjadi rencana yang berkesinambungan dengan maksud dan tujuan sebagai brikut :
a. Adanya pedoman yang dapat dipergunakan untuk menyusun rencana lima tahun kedalam GBHN.
b. Terwujudnya kesinambungan dalam pembangunan berdasarkan arah yang telah ditetapkan.
c. Dalam kehidupan demokrasi bahwa kepemimpinan nasional hanya berlaku dalam dua kali jabatan, sehingga harus tetap dipertahankan dalam pencapaian tujuan pembangunan.
d. Setiap masa jabatan dalam kemimpinan nasional yang terpilih, ditetapkan ukuran-ukuran keberhasilan berdasarkan GBHN

Agar terjadi kesinambungan dalam pelaksanaan pembangunan, maka dalam merumuskan persfektif yang bertitik tolak dari pemikiran intuitif diperlukan tempat berpijak sebagai landasan yaitu :
a. Pembukaan UUD 1945, yang tercantum pada alinea keempat.
b. Memperhatikan keseluruhan pasal-pasal yang terdapat dalam UUD. beserta dengan amendemennya.
c. Memberikan fokus pada pasal 33 dan 34
d. .Berpijak kepada budaya berbangsa dan negara yang perlu dirumuskan sebagai payung dalam bersikap dan berperilaku.
e. Berpijak kepada gaya kepemimpinan yang perlu dirumuskan atas kesepakatan nasional.

GBHN DALAM PERSFEKTIF TAHUN 2025
Dengan memperhatikan hal-hal yang diuraikan diatas, maka GBHN dalam persfektif 25 tahun diperlukan kejelasan suatu pernyataan yang dirumuskan kedalam VISI DAN MISI GBHN sbb. :
VISI GBHN PERSFEKTIF 25 TAHUN :
“ Membangun (C)itra bangsa dan Negara yang disegani dalam kehidupan dunia berlandaskan (B)udaya dengan nilai, norma, wewenang dan ganjar sebagai sistem yang terpola untuk menuntun ke (A)rah kesiapan memasuki demokrasi yang sehat dalam seluruh aspek kehidupan dengan (T)ujuan mengangkat derajat manusia seutuhnya”
Untuk menyatukan kesamaan visi berbangsa dan bernegara agar dapat diaktualisasikan dalam sikap, maka diperlukan ukuran yang dipergunakan untuk menyatukan visi yang disebut CITRA, BUDAYA, ARAH dan TUJUAN, yang dapat menuntun kedalam kejelasan, intensitas dan kesatuan seperti yang dirumuskan dibawah ini :
CITRA dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan visi kita yang memiliki kredibilitas dalam mengkomunikasikan suasana hati dengan kepribadian Indonesia.
BUDAYA dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan visi kita berlandaskan nilai, norma, wewenang dan ganjar yang secara formal menjadi tuntunan dalam kehidupan.
ARAH dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan visi kita untuk melaksanakan demokrasi yang sehat sebagai alat untuk memperjuangkan keseimbangan kepentingan.
TUJUAN dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan visi kita dalam memanfaatkan “proses berpikir” untuk membangun secara terus menerus wujud manusia seutuhnya.
Keempat unsur tersebut menjadi peta perjalanan kita menuju arah persfektif sebagai sesuatu wawasan dan imajasinasi dalam kebersamaan bersikap agar komitmen berbangsa dan bernegara bukan sesuatu yang dipaksakan melainkan suatu kebutuhan.
MISI GBHN PERSFEKTIF 25 TAHUN :
Bertitik tolak dari pernyataan VISI sebagai peta perjalanan, maka diperlukan suatu sarana yang dapat dipergunakan dengan suatu pernyataan MISI GBHN sbb. :
“ Memanfaatkan proses berpikir untuk (M)emperhatikan dalam menggerakkan orang lain dengan (M)embimbing kebersamaan mewujudkan komitmen untuk memotivasi otak dan hati kedalam (A)nalisis strategik dalam mengantisipasi perubahan abad 21 untuk menjadi (E)kpresif dalam mengaktualisasikan kesiapan memasuki masyarakat pengetahuan”
Misi merupakan satu penyataan sarana untuk mengadakan perjalanan atau dengan kata lain, bagaimana kita harus melakukannya. Oleh karena itu, perilaku sebagai gaya pribadi dalam menjalankan peran utama yang sangat tergantung kepada tingkat kedewasaan pemanfaatan proses berpikir. Sejalan dengan pemikiran itu Misi dalam berbangsa dan bernegara terdapat empat unsur yang menentukan yang disebut MEMPERHATIKAN, MEMBIMBING, ANALLLITIS dan EKSPRESIF yang dapat menjadi penuntun kedalam kejelasan, intensitas dan kesatuan dalam merealisasikannya yaitu :
MEMPERHATIKAN dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan misi kita dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai keseimbangan kepentingan yang dapat diterima semua pihak.
MEMBIMBING dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan misi kita dalam usaha-usaha mendorong bahwa komitmen harus tumbuh dan berkemang bukan sesuatu yang dipaksakan dari luar melainkan datang dari dalam diri sendiri.
ANALITIS dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan misi kita dalam pemanfaatan proses berpikir yang bersifat strategik peka dengan lingkungan yang selalu berubah sehingga diperlukan kesiapan melaksanakan antisipasi.
EKSPRESIF dalam berbangsa dan bernegara, menunjukkan misi kita kedalam pemberdayaan sumber daya manusia dalam kesiapan perubahan masyarakat industri ke informasi ke pengetahuan dalam dunia tanpa batas.
Keempat unsur tersebut menjadi sarana kita mengadakan perjalanan dalam mengaktualisasikan wawasan dan imajinasi menjadi suatu kenyataan dalam kebersamaan berperilaku sebagai suatu komitmen yang datang dari diri sendiri bagai setiap warga yang menjalankan peran.
MERUMUS SUB SISTEM MANUSIA DEMOKRASI
KEDALAM IMPIAN MENJADI KENYATAAN

Dengan memperhatikan VISI dan MISI dalam berbangsa dan bernegara, perlu diterjemahkan secara kualitatif tujuan yang hendak dicapai dalam persfektif 25 tahun kedepan sebagai arah yang hendak dituju kedalam sub-sistem manusia dalam demokrasi sebagai alat penyatu berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan pemikiran mencari bentuk kesamaan dalam revolusi berpikir agar kita dapat bersikap dan berperilaku tidak menyimpang dari pernyataan visi dan misi dalam berbangsa dan bernegara yang kita ungkapkan diatas.
Pemikiran diatas haruslah dipandang sebagai penuntun dalam proses kita berpikir agar arah yang dituju dan sarana yang kita siapkan sejalan dengan tuntutan perubahan itu sendiri, maka untuk mewujudkannya diperlukan rumusan-rumusan kedalam sub-sistem manusia yang hendak dicapai.
Kenyataan mewujudkan impian tersebut harus diciptakan dan dikejar dalam kerjasama dengan memanfaatkan kemampuan berpikir intuitif untuk merumuskan menjadi suatu kebutuhan pada sub-sistem sebagai berikut :
Sub-sistem manusia demokrasi dalam agama, dengan kerjasama membuat impian menjadi kenyataan :
• Perjalanan hidupnya ditujukan untuk Tuhan dan akhirat sehingga dibutuhkan adanya peningkatan kebutuhan akan sistem pendidikan agama sebagai bagian kdalam pendidikan nasional.
• Membangun kualitas sumber daya manusia berdasarkan tuntunan agama untuk meningkatkan manusia kedalam kebiasaan berakhlak memotivasi senang menolong orang lain dan tidak kiblat kepada harta benda.
• Mendorong manusia kedalam kehidupan beragama yang saling menghargai agama yang dianutnya dan terdapat aturan yang terkait dengan penyebaran agama.
• Adanya kejelasan pengaturan yang berkaitan dengan pelaksanaan beragama dan terwujudnya keseimbangan serta keadilan dari agama yang diakui oleh Negara.
• Mendorong kebiasaan yang berkelanjutan untuk tumbuh dan berkembang dalam meletakkan pondasi yang kuat dalam menemukan kepercayaan diri dan intergritas diri.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam hukum, dengan kerjasama membuat impian menjadi kenyataan :
• Membangun kebiasaan akan kesadaran dan kepatuhan hukum agar menjadi budaya berbangsa dan bernegara.
• Melaksanakan hukum yang berlaku secara konsisten agar terbangun adanya keadilan, kebenaran, kepastian dalam menjunjung hak azasi manusia dimata hukum.
• Membangun kebiasaan dalam peran-peran atas penegak hukum yang berlandaskan akhlak, professional dan kebebasan berkhendak yang bertanggung jawab tanpa ada interpensi dari luar.
• Mengembangkan dan membangun secara berkelanjutan usaha-usaha dalam penataan hukum nasional.
• Mengembangkan dan membangun infrastruktur agar terjamin pelaksanaan operasional lembaga pengadilan dan lembaga kemasyarakatan secara teratur.
• Melanjutkan usaha-usaha pemberatasan KKN dan proses peradilan secara terbuka dan bertanggung jawab yang sejalan dengan tuntutan waktu.
• Mengembangkan dan membangun kebutuhan undang-undang yang dapat mendorong konsisten menerapkan sistem ekonomi dan demokrasi ekonomi yang sejalan dengan tuntutan UUD 945 dengan tidak melepaskan diri dari perubahan dunia tanpa batas dalam ekonomi global.
• Mengembangkan dan membangun hal-hal yang terkait dengan peningkatan hukum hubungan internasional.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam politik, dengan kerjasama membuat impian menjadi kenyataan :
• Membangun, mengembangkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan kebhinaekatunggalikaan serta prinsip persamaan dan anti diskrimminasi dalam kehidupan untuk berbangsa dan bernegara.
• Meletakkan landasan yang kuat dalam membangun dan mengembangkan politik dalam negeri yang sejalan dengan ketentuan dalam UUD 1945.
• Membangun dan mengembangkan politik luar negeri tidak boleh keluar dari kebijakan politik dalam negeri dalam membangun hubungan luar negeri.
• Membangun dan mengembangkan kehidupan demokrasi politik sebagai alat penyatu berbangsa dan bernegara dengan berlandaskan kebebasan berkehendak yang bertanggung jawab.
• Melaksanakan pemberdayaan demokrasi dalam politik agar kehidupan masyarakat berpolitik sadar arti atas keberadaan mereka dalam berbangsa dan bernegara.
• Melaksanakan keseimbangan peran yang jelas sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 dalam menjalankan kekuasaan pada lemabaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
• Membangun dan mengembangkan kebisaan poduktif dalam melaksanakan kebebasan berkehendak untuk dapat menyalurkan inspirasi melalui pendirian partai sebagai alat perjuangan ummat bukan merebut kekuasan.
• Membangun dan mengembangkan kebutuhan kerjasama internasional yang sesuai dengan tuntutan ekonomi global serta berperan dalam kawasan ASEAN.
• Membangun dan mengembangkan suatu sistem dalam penyelenggaraan Negara yang efesien, efektif dan berkualitas kedalam aparatur yang bersih, berwibawa dan sejahtera serta bebas dari KKN.
• Membangun dan mengembangkan sistem komunikasi dan informasi dengan memanfaatkan teknologi informasi secara terbuka dan dapat diakses bagi semua orang baik untuk memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam ekonomi, dengan kerja sama membuat impian menjadi kenyataan :
• Mengelola ekonomi makro dan mikro yang berorientasikan global dengan memanfaatkan kemajuan sistem teknologi informasi dalam menggerakkan sistem ekonomi kerakyatan kedalam usaha kecil, menengah dan koperasi kedalam kemiteraan dengan BUMN / BUMD dan BUMS.
• Memaksimumkan pinjaman dalam negeri, dan pinjaman luar negeri untuk kegiatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan meningkatkan nilai tambah ekonomi dalam seluruh aspek kegiatan ekonomi.
• Memakimumkan penataan dan ketahanan dalam penyehatan anggaran pendapatan dan belanja Negara, nilai tukar uang, dunia perbankan, lembaga kuangan, ansuransi, pasar uang dan modal, dalam usaha-usaha kesetabilan dan pertumbuhan ekonomi.
• Memaksimumkan investasi kedalam industri, perdagangan, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, perumahan, pertambangan untuk mempertahankan dan memperluas lapangan kerja.
• Memaksimumkan kemampuan pemerintah dalam melindungi usaha-usaha praktek monopoli terselubung yang sangat merugikan konsumen dan UKM serta Koperasi.
• Memaksimumkan kemampuan pemerintah dalam usaha-usaha untuk membangun infrastruktur dan pemanfaatan teknologi informasi dalam meningkatkan keunggulan bersaing.
• Memaksimumkan kemampuan pemerintah dalam ketahanan pangan, pemanfaatan tanah, sumber energi dan tenaga listrik, untuk keadilan dan kemakmuran.
• Memakisimumkan kemampuan pemerintah kedalam sistem yang terpadu dalam masalah perburuhan, perlindungan tenaga kerja, kesehatan, pengetasan kemiskinan, pendidikan.
• Memaksimumkan kemampuan pemerintah dan pelaku ekonomi untuk memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam inovasi produk dan jasa baru dalam lingkup kerja global dalam konsumen global, pengetahuan sebagai roduk global, korporasi global dan pekerjaan global.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam pendidikan, dengan kerja sama membuat impian menjadi kenyataan :
• Membangun dan mengembangkan manusia seutuhnya kedalam suatu sistem pendidikan yang memiliki unsur sehat jasmani dan rohani, kesadaran rasional dan agamis, komunikasi dan bermasyarakat, etika dan takwa.
• Membangun dan mengembangkan pendidikan kedalam usaha-usaha peningkatan kebiasaan yang produktif secara berelanjutan dalam pengetahuan, keterampilan, dan kinginan berlandaskan niat yang diridhoi Allah Swt.
• Membangun dan mengembangkan keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan yang sejalan dengan kebutuhan untuk mengisi lapangan kerja dan pemerataan dalam penyediaan infrastruktur dalam pendidikan termasuk kesejahteraan pendidik.
• Membangun dan mengembangkan keseimbangan dalam pendidikan yang berorientasi kreativitas dan inovasi untuk mendorong lahirnya entrepreneur, bukan pencari kerja melainkan menciptakan lapangan kerja.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam sosial dan budaya, dengan kerja sama membuat impian menjadi kenyataan :
• Membangun dan mngembangkan dalam kemampuan pemerintah dan swasta yan terintergrasi untuk menata kedalam satu sistem yang berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan sosial
• Membangun dan mengembangkan dalam kemampuan pemerintah dan swasta yang terintergrasi dalam usaha untuk menata kedalam satu sistem yang berkaitan dengan kebudayaan, kesenian, dan pariwisata.
• Membangun dan mengembangkan peran peran dalam masyarakat agar kesenian dan kebudayaan tradisinal terjaga dari dampak modernisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
• Membangun dan mengembangkan dalam kemampuan pemerintah dan swasta yan terintergrasi dala usaha untuk menata kedalam satu sistem yeng berkaitan dengan kedudukan dan peranan perempuan.
• Membangun dan mengembangkan dalam kemampuan pemerintah dan swasta yang terintergrasi dalam usaha untuk menata kedalam satu sistem yang berkaitan dengan pemuda dan olah raga.
• Membangun dan mengembangkan dalam kemampuan pemerintah dan swasta yang terintergrasi untuk memberi dorongan atas pemuda yang berbakat dalam aktivitas yang dapat menumbuhkan nilai tambah.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam pertahanan dan keamanan dengan kerja sama membuat impian menjadi kenyataan :
• Membangun dan mengembangkan peran TNI dalam pertahanan Negara dan pembangunan bangsa.
• Membangun dan mengembangkan TNI dalam usaha peran TNI dalam kehidupan bangsa melalui redefinisi, reposisi dan reaktualisasi yang sejalan dengan paradigma baru.
• Membangun dan mengembangkan kualitas dan kuantitas infrastruktur yang dibutuhkan dalam usaha usaha untuk dapat mempertahankan KNRI dari serangan di dalam dan luar negeri.
• Membangun dan mengembangkan kedalam satu sistem yang terkait dengan pertahanan keamanan rakyat semesta yang bertumpu pada tentara national Indonesia.
• Membangun dan mengembangkan dalam usaha-usaha untuk memaksimumkan kemampuan pemerintah untuk menata kedalam satu sistem peranan Kepolisian yang professional yang terkait dengan penegak hukum, pengayom dan pelindung masyarakat.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan kerja sama membuat impian menjadi kenyataan :
• Membangun dan mengembangkan pemanfaatan potensi sumber daya alam yang tersedia dengan memperhatikan daya dukung untuk memelihara dalam lingkungan hidup untuk meningkatkan nilai tambah demi kemakmuran bangsa dan Negara.
• Membangun dan mengembangkan usaha-usaha kedalam konservasi, rehabilitasi dan pembatasan penggunaan potensi sumber daya alam dengan kemampuan memakai teknologi ramah lingkungan.
• Membangun dan mengembangkan desentralisasi melalui pelimpahan kekuasaan pengelolaan potensi sumber daya alam secara selektif kepada otonomi daerah.
• Membangun dan mengembangkan sistem pengawasan yang terintegrasi antara pusat dan daerah dalam kaitan dengan pemanfaatan potensi yang tersedia dan penataan tata ruang yang sejalan dengan lingkungan hidub.
Sub-sistem manusia demokrasi dalam pembangunan daerah dengan kerja sama membuat impian menjadi kenyataan :
• Membangun dan mengembangkan kedalam satu sistem yang terintegrasi dalam mwujudkan keseimbangan kepentingan antara pusat dan daerah kedalam usaha untuk melaksanakan perimbangan keuangan Negara.
• Membangun dan mengembangkan kemampuan potensi daerah yang sejalan dengan sub-sistem manusia dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
• Membangun dan mengembangkan infrastruktur dalam melaksanakan perubahan yang dibutuhkan oleh setiap daerah otonomi dalam propinsi, kabupaten, kota dan desa.
• Membangun dan mengembangkan potensi sumber daya manusia seutuhnya berlandaskan akhlak yang selalu siap menyesuaikan dengan tuntutan perubahan berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan dalam menjalankan peran.
• Membangun dan mengembangkan otonomi daerah atas dasar kepentingan pertumbuhan daerah sejalan dengan pemberdayaan swadaya dan lembaga masyarakat.
• Membangun dan mengembangkan potensi ekonomi yang terintergrasi dengan usaha-usaha untuk meningkatkan unit kerja UKM dan koperasi yang ditopang lembaga keuangan.
PENUTUP
Bangsa Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang dapat menyatukan sikap dan perilaku dalam keteladanan melalui pemberdayaan demokrasi sebagai pendekatan sistem yang dapat mengintergrasikan kedalam proses sub-sistem manusia dalam melaksanakan demokrasi sebagai alat penyatu berbangsa dan bernegara bukan tujuan hanya merebut kekuasaan.
Bila unsur kata demokrasi diuraikan dan disusun menjadi untaian kalimat yang bermakna akan menjadikan satu sarana dalam menggugah pola pikir bahwa DEMOKRASI adalah suatu paham yang dapat menggugah jiwa menjadi manusia (D)ewasa dalam berpikir agar dapat menuntun kecerdasan (E)mosional untuk mendorong potensi (M)emahami suatu komunitas (O)rang dalam organisasi yang membutuhkan (K)erjasama membuat impian menjadi kenyataan berdasarkan analisa fakta secara (R)asional dan diputuskan dengan (A)kal yang sehat kedalam suatu (S)istem yang mendukung komitmen kedalam (I)ntergritas.
Sejalan dengan pemikiran diatas maka model pemahaman demokrasi diatas, dipakai sebagai alat pemberdayaan kedalam pemahaman sub-sistem manusia dalam agama, hukum, politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, hankam, sumber daya alam dan lingkungan hidup dan pembangunan daerah
Bertitik tolak dari pemikiran intuitif, maka dirumuskan menjadi arah persfektif yang dituangkan kedalam GBHN dalam persfektif 25 tahun mengenai VISI, MISI, TUJUAN untuk memberikan arah masa depan sebagai peta perjalanan untuk menuntun dalam bersikap dan berperilaku.
Berdasarkan pemikiran jangka panjang atas analisis strategic dan analisis SWOT untuk memberikan arah posisi lima tahun kedepan dituangkan kedalam PROPENAS yang menjabarkan tujuan kedalam sasaran (kualitatip dan kuantitatip), strategi, kebijaksanaan, program, anggaran.
Setiap tahun dituangkan kedalam REPETA, yang diuraikan secara terperinci sebagai dukumen pelaksanaan APBN termasuk ukuran-ukuran sebagai pengawasan atas target yang ditetapkan.


0 komentar to "Keluarga dan Demokrasi"

Posting Komentar